Setelah pihak Kepolisian menyebut adanya dugaan restoran Korea Utara yang dijadikan tempat pihak intelijen Korea Utara atau Reconnaissance General Bureau (RGB) bertemu, banyak timbul spekulasi mengenai tempat tersebut.
Isu ini mencuat setelah portal berita Malaysia, The Star, menyebut intelijen Korea Utara (RGB) telah beroperasi di Indonesia selama dua dekade. Berdasarkan sumber anonim diketahui RGB beroperasi di restoran atau pun pabrik tekstil di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta.
Dilaporkan juga ada sebuah ruangan di atas restoran Korea Utara di Jakarta yang dijadikan kantor RGB.
Terkait isu restoran ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan polisi juga perlu memeriksa lisensi restoran Korea Utara termasuk tujuan usaha dan kepemilikannya sebelum melakukan tindakan.
Restoran yang dimaksud markas intelijen Korea Utara ini memang masih menjadi tanda tanya. Tirto juga pernah melakukan liputan kuliner di restoran Korea Utara yang ada di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara yang diberi nama Pyongyang Restaurant.
Papan nama merah besar dengan tulisan Pyongyang Restaurant menjadi satu-satunya penanda bahwa bangunan tiga lantai bercat merah muda di Boulevard Barat Raya Kelapa Gading, Jakarta, itu adalah tempat makan.
Di sebelahnya ada restoran steak dengan eksterior lebih meriah dan restoran Korea Selatan Bornga dengan cat serba hitam yang terlihat lebih menonjol dari Pyongyang Restaurant.
Kondisi Restoran Sepi
Dari luar, restoran Korea Utara itu terlihat sepi, bagian dalamnya tak jelas terlihat kecuali kita mengintip dengan saksama karena bagian depan ditutupi kaca bermotif pohon bambu.
Satu-satunya yang meyakinkan bahwa restoran beroperasi adalah tulisan BUKA di pintu depan.
Saat pintu restoran dibuka, langsung terlihat meja kasir di sebelah kiri yang dijaga seorang pelayan berwajah Korea. Perempuan dengan rambut dikuncir kuda itu tampak agak terkejut karena kedatangan tamu. Dia bertanya, "Mau makan?".
Aroma apak menguar di ruangan itu, rasanya seperti berkunjung ke rumah tua yang lama tak ditempati. Pelayan segera menyalakan pendingin ruangan yang perlahan-lahan menghilangkan aroma tidak sedap.
Ia mengarahkan ANTARA News untuk duduk di meja yang paling jauh dari pintu masuk, persis di depan televisi.
Semua dikerjakannya sendiri, mulai dari membalikkan piring-piring yang diletakkan terbalik di tiap meja kemudian menuangkan teh tawar ke dalam gelas kecil.
Setelah memberikan menu berisi foto-foto makanan yang ditata seadanya, dia kembali sambil membawa kertas pesanan.
"Mau pesan?" tanya pelayan bernama Choe Un Hyang itu dalam bahasa Indonesia.
Komunikasi jadi masalah utama dalam berkomunikasi dengan pelayan yang tidak fasih berbahasa Indonesia dan punya kosakata terbatas.
Kesan Misterius dan Foto Megawati yang Terpampang
Sekat rotan menjadi pembatas yang membuat lantai satu restoran itu seakan terbagi dua. Di sebelah kiri sekat berjejer tiga meja kayu berbentuk bundar, tiap meja juga dibatasi sekat rotan.
Tak jauh dari meja kasir, ada sebuah pigura berisi foto Megawati dan Puan Maharani bersama lima perempuan Korea yang mengenakan busana tradisional.
Di ujung dinding ada televisi yang menampilkan sekelompok perempuan menari sambil menyanyi di panggung dengan latar belakang khas zaman dulu, mengingatkan pada panggung penyanyi Indonesia era 80-an.
Di sebelah kanan sekat terlihat dua ruangan lain dengan pintu bernomor 8 dan 9. Pintu ini hampir selalu tertutup.
Ketika seorang staf restoran keluar dari ruangan itu, pintunya tidak ditutup rapat. Dari celah terlihat ruangan itu berisi furnitur yang sama. Tetapi ruang tertutup itu memberi kesan seakan itu tempat makan untuk tamu istimewa yang butuh privasi. Perbedaan yang terlihat jelas adalah adanya karpet merah yang melapisi lantai di ruang tersebut.
Toilet berada di lantai dua yang terkesan suram tanpa penghuni. Semua saklar dimatikan sehingga seluruh ruangan gelap, hanya ada sedikit cahaya matahari sore yang masuk dari jendela.
Selain toilet, di lantai itu ada tiga ruangan gelap yang tidak dipakai. Di ruangan yang persis bersebelahan dengan toilet, terlihat meja kayu dan kursi yang serupa furnitur di lantai bawah. Dilihat dari lantai dua, lantai tiga juga sepi.
Tidak terlihat ada aktivitas maupun pelayan selain perempuan yang berjaga di kasir. Orang yang bekerja di dapur tidak memperlihatkan diri dan memasak tanpa banyak menimbulkan kebisingan.
Suasana yang hening, hanya ada alunan lagu Korea Utara dari televisi, berubah jadi ribut ketika ada tiga atau empat pelayan yang keluar entah dari mana untuk bergegas menyambut kedatangan seorang tamu pria.
Menurut pelayan restoran Choe Un Hyang, Pyongyang Restaurant sudah berdiri di Kelapa Gading selama tiga tahun. Restoran ini sebelumnya juga punya cabang di Kebayoran Baru namun sudah ditutup.
Saat disambangi ANTARA News pada Selasa (21/2/2017) sore, tidak ada satu pun pengunjung lain kecuali seorang pria yang kemudian disambut hangat oleh para pelayan dan diantar ke lantai atas.
Entah karena biasanya restoran ini sepi, atau karena hari itu kebetulan jalan raya di depan ruko-ruko tempat Pyongyang Restaurant terendam banjir sekitar 50 cm atau setinggi lutut orang dewasa.
Namun Choe Un Hyang mengatakan biasanya restoran ini banyak didatangi pada saat makan siang. Pembelinya bervariasi, seperti orang-orang asing dari Korea, China maupun Jepang.
Seorang satpam di bank yang letaknya tak jauh dari Pyongyang Restaurant mengatakan pengunjung restoran itu tidak sebanyak restoran Korea Selatan di dekatnya.
Menurut dia, perbedaan yang jelas terlihat adalah adanya pekerja lokal di restoran Korea Selatan, sementara ia tidak pernah melihat satu pun pekerja dari Indonesia di restoran Korea Utara.
Restoran Pyongyang ini disinyalir dimiliki dan dioperasikan oleh pemerintah Korea Utara. Restoran sejenis juga bisa ditemukan di Cina dan perbatasan Korea Utara. Ada sekitar 130 restoran Korea Utara yang membuka cabang di Indonesia, Cina, Thailand, Kamboja, Vietnam dan negara-negara Timur Tengah.
Keberadaan restoran Korea Utara ini banyak dibicarakan akhir-akhir ini terkait dengan pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un. Empat terduga pelaku pembunuhan yang disinyalir terlibat dalam peristiwa ini adalah agen rahasia Korea Utara, seperti diberitakan situs berita Malaysia, The Star.
Keempat orang yang diduga agen dinas rahasia Korea Utara itu juga beredar kurang lebih dua puluh tahun di Malaysia, Singapura dan Indonesia. Disinyalir markas para agen dinas rahasia ini berada di restoran Korea Utara yang berada di Jakarta.
Bisnis Restoran Korea Utara di Beberapa Negara
Menurut laporan Washington Post pada April 2016, Korea Utara telah melakukan ekspansi bisnis restoran di luar negeri dimulai pada tahun 1990-an, ketika negara itu pulih dari kehilangan patronnya Uni Soviet dan kelaparan yang menewaskan ratusan ribu warga.
Dari laporan wartawan Swedia Bertil Lintner untuk Washington Post, bisnis restoran Korea Utara adalah bagian dari �Room 39,� program khusus dari Partai Pekerja Korea yang dirancang untuk menghasilkan uang, mungkin inilah yang menyebabkan harga yang dipatok restoran Korut itu tinggi.
Dibandingkan dengan kegiatan dugaan lain dari Room 39 - penyelundupan narkoba dan pemalsuan, misalnya - bisnis restoran mungkin tampak biasa, tapi masih merupakan roda penggerak penting dalam mencetak keuntungan.
"Restoran ini digunakan untuk mendapatkan uang tambahan untuk pemerintah di Pyongyang - pada saat yang sama uang yang dikelola mereka dicurigai hasil pencucian dari kegiatan komersial yang lebih buruk Korea Utara," tutur Lintner pada 2010.
Terlepas dari banyaknya spekulasi mengenai bisnis restoran Korea Utara yang beroperasi di negara lain, saat ini pihak Kepolisian RI masih menyelidiki mengenai informasi ini.
Sumber : tirto.id
Isu ini mencuat setelah portal berita Malaysia, The Star, menyebut intelijen Korea Utara (RGB) telah beroperasi di Indonesia selama dua dekade. Berdasarkan sumber anonim diketahui RGB beroperasi di restoran atau pun pabrik tekstil di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta.
Dilaporkan juga ada sebuah ruangan di atas restoran Korea Utara di Jakarta yang dijadikan kantor RGB.
Terkait isu restoran ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan polisi juga perlu memeriksa lisensi restoran Korea Utara termasuk tujuan usaha dan kepemilikannya sebelum melakukan tindakan.
Restoran yang dimaksud markas intelijen Korea Utara ini memang masih menjadi tanda tanya. Tirto juga pernah melakukan liputan kuliner di restoran Korea Utara yang ada di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara yang diberi nama Pyongyang Restaurant.
Papan nama merah besar dengan tulisan Pyongyang Restaurant menjadi satu-satunya penanda bahwa bangunan tiga lantai bercat merah muda di Boulevard Barat Raya Kelapa Gading, Jakarta, itu adalah tempat makan.
Di sebelahnya ada restoran steak dengan eksterior lebih meriah dan restoran Korea Selatan Bornga dengan cat serba hitam yang terlihat lebih menonjol dari Pyongyang Restaurant.
Kondisi Restoran Sepi
Dari luar, restoran Korea Utara itu terlihat sepi, bagian dalamnya tak jelas terlihat kecuali kita mengintip dengan saksama karena bagian depan ditutupi kaca bermotif pohon bambu.
Satu-satunya yang meyakinkan bahwa restoran beroperasi adalah tulisan BUKA di pintu depan.
Saat pintu restoran dibuka, langsung terlihat meja kasir di sebelah kiri yang dijaga seorang pelayan berwajah Korea. Perempuan dengan rambut dikuncir kuda itu tampak agak terkejut karena kedatangan tamu. Dia bertanya, "Mau makan?".
Aroma apak menguar di ruangan itu, rasanya seperti berkunjung ke rumah tua yang lama tak ditempati. Pelayan segera menyalakan pendingin ruangan yang perlahan-lahan menghilangkan aroma tidak sedap.
Ia mengarahkan ANTARA News untuk duduk di meja yang paling jauh dari pintu masuk, persis di depan televisi.
Semua dikerjakannya sendiri, mulai dari membalikkan piring-piring yang diletakkan terbalik di tiap meja kemudian menuangkan teh tawar ke dalam gelas kecil.
Setelah memberikan menu berisi foto-foto makanan yang ditata seadanya, dia kembali sambil membawa kertas pesanan.
"Mau pesan?" tanya pelayan bernama Choe Un Hyang itu dalam bahasa Indonesia.
Komunikasi jadi masalah utama dalam berkomunikasi dengan pelayan yang tidak fasih berbahasa Indonesia dan punya kosakata terbatas.
Kesan Misterius dan Foto Megawati yang Terpampang
Sekat rotan menjadi pembatas yang membuat lantai satu restoran itu seakan terbagi dua. Di sebelah kiri sekat berjejer tiga meja kayu berbentuk bundar, tiap meja juga dibatasi sekat rotan.
Tak jauh dari meja kasir, ada sebuah pigura berisi foto Megawati dan Puan Maharani bersama lima perempuan Korea yang mengenakan busana tradisional.
Di ujung dinding ada televisi yang menampilkan sekelompok perempuan menari sambil menyanyi di panggung dengan latar belakang khas zaman dulu, mengingatkan pada panggung penyanyi Indonesia era 80-an.
Di sebelah kanan sekat terlihat dua ruangan lain dengan pintu bernomor 8 dan 9. Pintu ini hampir selalu tertutup.
Ketika seorang staf restoran keluar dari ruangan itu, pintunya tidak ditutup rapat. Dari celah terlihat ruangan itu berisi furnitur yang sama. Tetapi ruang tertutup itu memberi kesan seakan itu tempat makan untuk tamu istimewa yang butuh privasi. Perbedaan yang terlihat jelas adalah adanya karpet merah yang melapisi lantai di ruang tersebut.
Toilet berada di lantai dua yang terkesan suram tanpa penghuni. Semua saklar dimatikan sehingga seluruh ruangan gelap, hanya ada sedikit cahaya matahari sore yang masuk dari jendela.
Selain toilet, di lantai itu ada tiga ruangan gelap yang tidak dipakai. Di ruangan yang persis bersebelahan dengan toilet, terlihat meja kayu dan kursi yang serupa furnitur di lantai bawah. Dilihat dari lantai dua, lantai tiga juga sepi.
Tidak terlihat ada aktivitas maupun pelayan selain perempuan yang berjaga di kasir. Orang yang bekerja di dapur tidak memperlihatkan diri dan memasak tanpa banyak menimbulkan kebisingan.
Suasana yang hening, hanya ada alunan lagu Korea Utara dari televisi, berubah jadi ribut ketika ada tiga atau empat pelayan yang keluar entah dari mana untuk bergegas menyambut kedatangan seorang tamu pria.
Menurut pelayan restoran Choe Un Hyang, Pyongyang Restaurant sudah berdiri di Kelapa Gading selama tiga tahun. Restoran ini sebelumnya juga punya cabang di Kebayoran Baru namun sudah ditutup.
Saat disambangi ANTARA News pada Selasa (21/2/2017) sore, tidak ada satu pun pengunjung lain kecuali seorang pria yang kemudian disambut hangat oleh para pelayan dan diantar ke lantai atas.
Entah karena biasanya restoran ini sepi, atau karena hari itu kebetulan jalan raya di depan ruko-ruko tempat Pyongyang Restaurant terendam banjir sekitar 50 cm atau setinggi lutut orang dewasa.
Namun Choe Un Hyang mengatakan biasanya restoran ini banyak didatangi pada saat makan siang. Pembelinya bervariasi, seperti orang-orang asing dari Korea, China maupun Jepang.
Seorang satpam di bank yang letaknya tak jauh dari Pyongyang Restaurant mengatakan pengunjung restoran itu tidak sebanyak restoran Korea Selatan di dekatnya.
Menurut dia, perbedaan yang jelas terlihat adalah adanya pekerja lokal di restoran Korea Selatan, sementara ia tidak pernah melihat satu pun pekerja dari Indonesia di restoran Korea Utara.
Restoran Pyongyang ini disinyalir dimiliki dan dioperasikan oleh pemerintah Korea Utara. Restoran sejenis juga bisa ditemukan di Cina dan perbatasan Korea Utara. Ada sekitar 130 restoran Korea Utara yang membuka cabang di Indonesia, Cina, Thailand, Kamboja, Vietnam dan negara-negara Timur Tengah.
Keberadaan restoran Korea Utara ini banyak dibicarakan akhir-akhir ini terkait dengan pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un. Empat terduga pelaku pembunuhan yang disinyalir terlibat dalam peristiwa ini adalah agen rahasia Korea Utara, seperti diberitakan situs berita Malaysia, The Star.
Keempat orang yang diduga agen dinas rahasia Korea Utara itu juga beredar kurang lebih dua puluh tahun di Malaysia, Singapura dan Indonesia. Disinyalir markas para agen dinas rahasia ini berada di restoran Korea Utara yang berada di Jakarta.
Bisnis Restoran Korea Utara di Beberapa Negara
Menurut laporan Washington Post pada April 2016, Korea Utara telah melakukan ekspansi bisnis restoran di luar negeri dimulai pada tahun 1990-an, ketika negara itu pulih dari kehilangan patronnya Uni Soviet dan kelaparan yang menewaskan ratusan ribu warga.
Dari laporan wartawan Swedia Bertil Lintner untuk Washington Post, bisnis restoran Korea Utara adalah bagian dari �Room 39,� program khusus dari Partai Pekerja Korea yang dirancang untuk menghasilkan uang, mungkin inilah yang menyebabkan harga yang dipatok restoran Korut itu tinggi.
Dibandingkan dengan kegiatan dugaan lain dari Room 39 - penyelundupan narkoba dan pemalsuan, misalnya - bisnis restoran mungkin tampak biasa, tapi masih merupakan roda penggerak penting dalam mencetak keuntungan.
"Restoran ini digunakan untuk mendapatkan uang tambahan untuk pemerintah di Pyongyang - pada saat yang sama uang yang dikelola mereka dicurigai hasil pencucian dari kegiatan komersial yang lebih buruk Korea Utara," tutur Lintner pada 2010.
Terlepas dari banyaknya spekulasi mengenai bisnis restoran Korea Utara yang beroperasi di negara lain, saat ini pihak Kepolisian RI masih menyelidiki mengenai informasi ini.
Sumber : tirto.id
EmoticonEmoticon