Kamis, 21 September 2017

Keluarga Jenderal Ahmad Yani Tidak Terima Ada Yang Bilang Tidak Ada Penyiksaan!

TV One di acara APA KABAR INDONESIA PAGI, Kamis (21/9/2017), baru saja siaran langsung dari rumah kediaman Jendral Ahmad Yani.

Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani yang menjabat Menteri/Panglima Angkatan Darat merupakan salah satu yang dibunuh PKI dalam pemberontakan G30S/PKI.

Dalam LIVE TvOne tadi, putra dan putri almarhum sedang berkumpul di rumah yang kini dijadikan musium dan tata letaknya tidak diubah, tetap seperti kejadian pada dini hari 1 Oktober 1965.
Putra ke-8, Pak Edi, yang dalam film disuruh membangunkan bapaknya oleh Pasukan Tjakrabirawa (pasukan penculik jenderal), bercerita kronologis kejadian. Ditemani kakaknya, Pak Untung, yang juga ikut menyaksikan.

3 Putri, yaitu anak ke-4, 5 dan 6, yang saat itu kelas 3 SMP, kelas 2 SMP dan kelas 1 SMP. Juga hadir putri pertama.

Putra ke-7, Pak Untung sampai terbawa emosi kesedihan yang mendalam ketika mengenang kembali peristiwa 52 tahun lalu. Beliau menangis mengingat dan menceritakan bagaimana ayahnya diseret setelah ditembaki.

Pasukan Tjakrabirawa yang masuk ke rumah mereka memang tidak sampai 10 orang. Tapi yang mengepung sekitar rumah jumlahnya ratusan.

Putra putri almarhum Ahmad Yani sakit hati sekali menonton ILC, dimana ada yang mengatakan TIDAK ADA PENYIKSAAN.

Bagaimana mungkin di Lubang Buaya tidak ada penyiksaan, sedangkan di rumah mereka saja penyiksaan begitu keji. Kedua anak lelaki Jendral Ahmad Yani berusaha akan memeluk bapaknya saja dibentak, dilarang.

Bahkan ketika anak-anak Jendral Ahmad Yani berlarian hendak mengejar ayahnya yang diseret pasukan Tjakrabirawa, mereka diancam akan ditembak jika ada yang keluar.
Bayangkan, sama anak-anak saja PKI berani dan tega mengancam tembak.Amelia Ahmad Yani mengenang detik-detik kematian ayahnya. Saat bercerita kepada kumparan (kumparan.com), Amelia masih mengingat rasa takut, sedih, dan kepanikan yang menderanya pada Jumat 1 Oktober 1965 dini hari. 

 Amelia masih mengingat rasa takut, sedih, dan kepanikan yang menderanya pada Jumat 1 Oktober 1965 dini hari. 

Puluhan pasukan tiba di rumah Amelia sekitar pukul 04.00 WIB. Amelia mengingat pasukan itu sebagai sepasukan Cakrabirawa beserta Pemuda Rakyat, serta underbow PKI. Mereka bertolak dari 'markas' yang berlokasi di Lubang Buaya. 

Tanpa ampun, pasukan itu langsung menyerbu masuk ke kediaman Ahmad Yani yang terletak di Jalan Lembang No. 67, Menteng, Jakarta Pusat. 
Baca Juga :

"Mereka bergerak dari Lubang Buaya pada 30 September tengah malam dan sampai di rumah 7 prajurit antara pukul 04.00 dan 04.30 WIB, tanggal 1 Oktober 1965, Jumat legi," ujar Amelia kepada kumparan melalui sambungan telepon, Selasa (19/9). 

Tanpa takut, Yani langsung melakukan perlawanan. Tanpa ragu pasukan tersebut langsung menembak ke arah Yani.

"Ayah kami Achmad Yani yang melakukan perlawanan, langsung ditembak dan kemudian diculik. Masih dalam piyama abu-abu di depan mata kami semua," kata Amelia lagi.
Sebelum ditembak, Yani, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, menyempatkan diri untuk mengepalkan tangan kanannya dan meninju salah satu pasukan Cakrabirawa yang membentaknya. 

"Ayah kami meninju salah satu Cakrabirawa yang berani membentak beliau dan tinju langsung mendarat di kepala seorang Cakrabirawa yang langsung roboh," ucapnya lagi.
"Ayah berbalik dan menutup pintu kaca. Dalam jarak 1,5 meter, tembakan beruntun tepat mengenai ayah kami," ujarnya.

Kenangan itu masih membekas di ingatan Amelia. Bagaimana suara tembakan beruntun yang lebih mirip suara halilintar itu memecah keheningan subuh. Tak ada kata yang bisa menggambarkan perasaan putri ketiga Ahmad Yani ini saat itu. Takut, marah, sedih. 
Adegan para pasukan Cakrabirawa menyeret tubuh sang Panglima Angkatan Darat menambah histeris suasana pagi itu. 

"Beliau jatuh berlumur darah. Kami menangis dan menjerit-jerit sejadinya melihat ayah kami diseret-seret. Mereka menarik kedua kaki ayah kami dan berlari menyeretnya," ujarnya.
image: 

Amelia yang saat ini menjabat sebagai Dubes Bosnia ini masih ingat bagaimana ia masih berusaha mengejar sang ayah yang sudah diangkut masuk ke dalam sebuah truk. 
"Kami sambil menangis menjerit mengikuti ayah kami di belakang prajurit Cakrabirawa yang," tuturnya.

Namun, Amelia bersama tujuh saudaranya yang lain tak bisa mengejar hingga jauh. Langkahnya mereka dihentikan oleh pasukan Cakrabirawa serta ratusan pasukan yang memakai baju hijau tanpa sepatu sambil membawa senjata. 
"Kalau tidak masuk akan ditembak semua," kenang Amelia atas ucapan pasukan yang sudah mengepung rumahnya. 

Senjata sudah siap dikokang dan ditembakkan ke arah istri serta anak Ahmad Yani. Keluarga Yani hanya bisa nangis sejadi-jadinya dan menjerit. Tak ada yang bisa menolong.
Pasukan Garnisun yang bertugas melakukan penjagaan di rumah Yani hanya melongo. Semua senjata mereka sudah dilucuti.

"Setelah kejadian itu, hanya terdengar suara kendaraan truk-truk menuju ke arah Pasar Rumput," kenangnya. 

sumber : kumparan

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon