Selasa, 30 Mei 2017

Kegusaran Hati Sang Panglima tentang Migrasi, Gatot: Singapura Itu Dulu Melayu!

Puisi berjudul "Tapi Bukan Kami Punya" karya Denny JA menjadi banyak dibicarakan dan menjadi pro dan kontra lantaran dibacakan oleh panglima TNI Gatot Nurmantyo di rapimnas partai Golkar di Balikpapan beberapa hari lalu.

Menanggapi hal itu, Gatot justru menjelaskan makna isi puisi tersebut. Menurutnya, ancaman yang sangat nyata dari puisi yang ia bacakan tersebut nyatam yakni ancaman migrasi penduduk yang sudah terjadi di sejumlah negara.

"Saya ingatkan bahwa sekarang ini yang paling berbahaya adalah migrasi. Migrasi itu bukan pengungsian," ujar Gatot kepada wartawan di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (24/5).

Menurut Gatot, saat ini, penyebaran manusia sudah tak mengenal batas. Manusia kata dia secara sadar akan selalu mencari tempat yang lebih baik dan yang lebih menjanjikan.

"Sekarang sudah meningkat kompetisi antar manusia. Manusia tak mengenal batas dan mencari tempat yang lebih menjanjikan, lebih baik hidupnya, teori gaji namanya,"tegas Gatot

Gatot pun membeberkan, pada tahun 2050 mendatang, diperkirakan 480 juta orang akan mengungsi ke berbagai wilayah. Salah satunya karena penamanasan global yang terjadi. Tak perlu  jauh ke tahun 2050, pada tahun 2020 saja kata Gatot sudah ada 60 juta orang mengungsi dari sub-sahara (Afrika). 

Penyebaran manusia secara sporadis untuk mencari tempat baru ini kata Gatot sudah diantisipasi oleh beberapa pemimpin negara-negara besar dan maju. Sebut saja  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang sudah menutup akses dari Meksiko. Pun demikian PM Inggris dan Australia yang juga telah menutup pengungsian.

"Hasil dari migrasi kita lihat bahwa dulu di Amerika ada suku Indian sekarang hampir punah, Australia Aborigin juga hampir punah, di Singapura dulu Melayu. Sekarang jadi Singapura," tegas Gatot.

Atas dasar itu, Gatot menegaskan, Indonesia harus waspada akan ada potensi eksodus atau migrasi besar-besaran penduduk dunia tersebut. Kekhawatiran Jaka dalam puisi yang dibacakannya kata Gatot meminta agar masyarakat Indonesia waspada.

"Jadi kalau tidak waspada anakmu juga bisa seperti Jaka. Apabila kita tidak waspada bisa seperti Jaka tadi. Habis terpinggirkan, bukan orang Indonesia lagi, kita terpinggirkan," demikian Gatot.

sumber : rmol

Berantas Terorisme. Jenderal Mulyono: TNI Kalau di Hutan itu Segar, Kaya Lagi Idul Fitri!

DPR dan pemerintah tengah membahas Revisi Undang-Undang (UU) tentang tindak pidana pemberantasan terorisme. Salah satu poin pembahasan adalah melibatkan TNI dalam aksi memberantas terorisme di Indonesia.

Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono menilai, positif wacana tersebut. Selama ini, tindak pidana terorisme seluruhnya dilakukan oleh Densus 88 di bawah naungan Polri.

"Yang penting TNI siap untuk dilibatkan apapun. Tanggapan oke oke saja," kata Mulyono saat ditemui di Gedung Serba Guna, Markas Besar TNI AD, Jl Veteran Nomor 5, Jakarta Pusat, Selasa (30/5).

Mulyono mengaku justru senang jika TNI diberi tugas terjun ke hutan guna mencari sarang teroris. Dia mengibaratkan tugas itu seperti hari raya Idul Fitri.

"Tentara kalau di hutan itu segar, kaya lagi hari Raya Idul Fitri," kata Mulyono.

Salah satu anggota Panja RUU Antiterorisme, Arsul Sani mengatakan, definisi teroris menjadi penting karena di masyarakat. Saat ini ada semacam perasaan tidak adil terkait tindakan teror. Dirinya pun membandingkan dua kasus terorisme yang pernah terjadi sebelumnya.

"Kan saat ini di masyarakat tidak bisa dipungkiri, ada dalam tanda kutip perasaan, belum tentu benar ya, terdiskriminasi. Contoh, yang selalu paling disebut kan begini, begitu ada peristiwa bom buku yang dikirimkan kepada komunitas Utan Kayu, Ulil, disebut terorisme tetapi yang di Alam Sutera itu tidak disebut terorisme, yang di mal itu," pungkas Asrul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5).

Apalagi, Ia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia dan dunia masih menganggap terorisme dilakukan kelompok Islam. "Itu yang kemudian menimbulkan ada sekelompok masyarakat yang merasa terdiskriminasi dengan pemahaman yang berkembang. Seolah-olah kalau terorisme dilakukan kelompok Islam, ditujukan anti-Islam, maka itu terorisme," ujarnya.

sumber : merdeka.com